30.7.24

Riset Kajian Kerentanan Wilayah Pesisir Semarang, IKAMaT Dampingi Mahasiswa Utrecht University Belanda Kunjungi Warga Binaan KeSEMaT di SMC Jateng

Semarang - IKAMaT. Setelah berkunjung ke Sekretariat IKAMaT pada bulan Maret yang lalu, Emma Bass, seorang mahasiswi dari Utrecht University, Belanda mengadakan kunjungan ke warga binaan KeSEMaT di Semarang Mangrove Center (SMC) Jawa Tengah (Jateng). Pada kesempatan ini, Emma didampingi oleh Ega N. B. Utami (Staf Manajer Keuangan dan Operasional) dan Bambang J. Laksono (Staf Manajer Humas dan Lapangan). (3-4-2024).

Pada kesempatan ini, Emma melakukan pengambilan data penelitian dengan metode wawancara dengan warga binaan KeSEMaT seputar penelitian kajian kerentanan wilayah pesisir di Semarang, Jateng.

Kunjungan pertama dilakukan di kediaman Mufidah, salah satu warga binaan KeSEMaT yang merupakan ketua dari Kelompok Pengolah Jajanan Mangrove Bina Citra Karya Wanita dan Kelompok Pengrajin Batik Mangrove Srikandi Pantura.

Pada saat wawancara, Emma bertanya mengenai bagaimana Sentra Produk Olahan Mangrove (SPOM) yang dikelolanya dapat terbentuk dan bagaimana peran produk olahan mangrove dalam memberikan manfaat bagi perekonomian masyarakat pesisir di SMC Jateng. Emma juga bertanya seputar pengalaman Mufidah dalam upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, terkait banjir rob yang terjadi di SMC Jateng.

“Mengelola mangrove bukan-kayu menjadi produk bernilai guna banyak membantu perekonomian masyarakat di sini, utamanya untuk ibu rumah tangga agar bisa membantu perekonomian keluarga juga,” jelas Mufidah. “Kalau untuk antisipasi dari banjir rob, biasanya kami hanya mengamankan barang-barang saja, supaya posisinya tidak di bawah sehingga tidak terkena rob,” lanjutnya.

Narasumber kedua yang dijumpai Emma ialah warga binaan KeSEMaT bernama Ferry A. Intiasmara yang merupakan ketua dari Kelompok Pengolah Kopi Mangrove Arjuna Berdikari. Ferry menuturkan bahwa banjir rob di wilayahnya memang tidak memberikan dampak besar terhadap kerusakan tempat tinggal dan  propertinya, melainkan berpengaruh besar terhadap sumber mata pencaharian masyarakat pesisir. 

“Kalau dampak rob ke rumah-rumah warga hanya terasa pada musim-musim tertentu. Dampak terbesarnya justru karena rob merusak sumber mata pencaharian masyarakat. Petambak kehilangan tambaknya yang sekarang sudah jadi laut. Mangrove juga bisa rusak kalau robnya tinggi,” jelas Ferry.

Selain melakukan wawancara dengan warga binaan KeSEMaT, Emma juga melakukan wawancara kepada tengkulak hasil tambak dan tangkapan laut di wilayah SMC Jateng. Poin wawancaranya merujuk pada apakah banjir dan banjir rob yang sempat melanda wilayahnya memberikan dampak langsung terhadap hasil tambak dan tangkapan nelayan dan bagaimana pengaruhnya terhadap perekonomian masyarakat.

“Saat banjir, pasti berpengaruh terhadap hasil tambak dan tangkapan ikan kami. Kami dapatnya jadi lebih sedikit padahal pada tahun-tahun sebelumnya, hasilnya masih lebih banyak daripada akhir-akhir ini,” kisah Slamet.

Emma tidak lupa berterima kasih kepada IKAMaT dan KeSEMaT yang sudah banyak membantunya dalam pengambilan data untuk studi tesis S2-nya.

"Saya berterima kasih kepada IKAMaT dan KeSEMaT yang sudah banyak membantu saya selama di Indonesia, untuk menyelesaikan tesis S2 saya," kata Emma. "Saya banyak belajar mengenai mangrove dan budaya warga pesisir di SMC Jateng. Ada beberapa nilai baik yang dapat saya contoh untuk saya aplikasikan di Belanda," lanjutnya.  

Kunjungan berlangsung mulai pukul 09.00 - 13.00 WIB. Keseluruhan kegiatan berjalan dengan baik dan lancar yang ditutup dengan foto bersama. (ENBU/AP/ADM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar