5.11.23

Sampaikan Skema Restorasi Mangrove di Jawa Tengah, IKAMaT Hadiri Pelatihan Community Based Ecological Mangrove Restoration Global Mangrove Alliance di Bengkalis, Riau

Bengkalis - IKAMaT. IKAMaT menghadiri pelatihan Community Based Ecological Mangrove Restoration (CBEMR) yang diselenggarakan oleh Global Mangrove Alliance (GMA) di Bengkalis, Riau. CBEMR merupakan metode restorasi mangrove dengan basis pendekatan terhadap komunitas masyarakat, pemerintah, perusahaan dan praktisi mangrove untuk menyukseskan kegiatan restorasi mangrove. Selain itu, CBEMR juga menekankan pada pengamatan parameter biofisika dan hidrologi saluran aliran pasang surut di kawasan restorasi mangrove. GMA sendiri merupakan konsorsium dari tiga lembaga yang terdiri dari Wetlands International Indonesia, Yayasan Konservasi Alam Nusantara dan Konservasi Indonesia. (7-18/10/23).

Kegiatan pelatihan CBEMR diselenggarakan selama 12 hari dengan jumlah peserta lebih dari 30 orang, yang terdiri dari praktisi, pemerintah, peneliti dan LSM yang memiliki fokus pada kegiatan restorasi mangrove di berbagai lokasi di Indonesia.

Pelatihan disampaikan dengan dua skema, yaitu di dalam ruangan dan praktik lapangan. Selain itu, terdapat juga sesi presentasi dan diskusi mengenai program restorasi mangrove yang sudah pernah dikerjakan oleh para peserta.

Pada kesempatan ini, Bagus R. D. Angga (Direktur Program) menyampaikan mengenai hubungan antara topografi, hidrologi dan zonasi mangrove untuk kegiatan restorasi mangrove, serta pentingnya pemberdayaan masyarakat sebagai langkah keberlanjutan program.

“IKAMaT bersama afiliasi mangrovenya di Jawa Tengah sukses melakukan restorasi mangrove di Semarang Mangrove Center (SMC) Jateng dan Mangrove Education Center of KeSEMaT (MECoK) Ecopark di Jepara, dengan program restorasi yang dibarengi pemberdayaan kelompok masyarakat," jelas Bagus. "Program pemberdayaan kelompok masyarakat berupa pengolahan batik, kopi dan jajanan mangrove yang kami lakukan menjadi penting, untuk memastikan program restorasi mangrove berjalan secara berkelanjutan,” lanjutnya.

Penyampaian materi ruangan dilakukan di Berlian Hotel dan prkatik lapangan dilaksanakan di dua tempat, yaitu kawasan mangrove di Parit Seghagah, Desa Kelapapati dan Teluk Pambang, Bengkalis. Lokasi praktik lapangan ini adalah kawasan restorasi mangrove yang didesain sedemikain rupa sehingga menyerupai zonasi mangrove alami, yang merupakan area kerja dari KeMANGTEER Bengkalis.

Dominic Wodehouse dan Laura Michie (Mangrove Action Project) menyampaikan mengenai langkah-langkah yang dapat dijadikan panduan dalam melakukan upaya restorasi mangrove dengan metode CBEMR, diantaranya adalah:
  1. Memastikan kepemilikan lahan restorasi mangrove.
  2. Melakukan kesepakatan bersama dengan semua pihak untuk memastikan mangrove terjaga dalam jangka waktu yang lama.
  3. Memilih spesies mangrove yang tepat pada setiap zonasi mangrove.
  4. Program penanaman mangrove dilakukan dengan berbagai macam spesies agar menyerupai zonasi mangrove alami.
  5. Melakukan kegiatan penanaman mangrove yang tidak terlalu rapat karena dapat mempengaruhi pada regenerasi mangrove alami. 
  6. Melakukan penanaman mangrove dengan skala kecil terlebih dahulu untuk menilai lokasi penanaman.
  7. Tidak melakukan penanaman mangrove pada badan-air aliran pasang surut karena akan dapat mengakibatkan terganggunya suplai hidrologi.
  8. Memastikan lokasi penanaman mangrove terlindung dari kegiatan masyarakat, perahu dan ternak.
  9. Menggunakan bibit mangrove dari daerah sekitar.
  10. Melakukan monitoring mangrove secara berjangka untuk mengetahui kesuksesan dan perbaikan penanaman.
Pada saat melakukan praktek penilaian kondisi restorasi mangrove di lapangan, hal yang dilakukan adalah mengamati biofisik dan hidrologi yang berupa pengukuran salinitas, pH, jenis substrat, mengidentifikasi jenis mangrove serta mengamati saluran dan aliran pasang surut.

Pada kegiatan praktik di Teluk Pambang, terdapat dua lokasi restorasi mangrove yang digunakan untuk praktek pelatihan CBEMR.

Kegiatan praktik lapangan di lokasi pertama dilakukan dengan cara mengamati lokasi mangrove yang mati. Hal ini diakibatkan karena tertutupnya saluran hidrologi pasang surut yang mengakibatkan gagal tumbuhnya mangrove, mengingat mangrove hanya dapat tumbuh dengan baik apabila berada pada kondisi hidrologi pasang surut yang mengalir.

Sementara itu, pada pengamatan kedua di Teluk Pambang, telah dilakukan praktik monitoring restorasi mangrove dengan perbaikan hidrologi aliran pasang surut. Para peserta melakukan perencanaan dan penentuan titik plot pengamatan, kemudian menentukan parameter yang diambil untuk melakukan monitoring program restorasi mangrove.

Keseluruhan kegiatan berlangsung dengan baik dan lancar yang ditutup dengan pembagian sertifikat dan foto bersama. (BRDA).

(Sumber foto: GMA).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar