Acara yang dimulai pukul 09.00 -12.30 WIB ini, dihadiri oleh puluhan peserta dari instansi dan dinas terkait, serta pegiat mangrove di Kota Semarang.
FGD ini merupakan tindak lanjut dari Program Penelitian Pesisir di Kota Semarang, hasil kerja sama Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (FPIK UNDIP) dan Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia (PEMSEA). IKAMaT dalam program ini menjadi pelaksana kegiatan penelitian, yang telah berlangsung sepanjang tahun 2019.
Secara umum, FGD ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengkonfirmasi dan memaparkan hasil kajian kepada seluruh stakeholder terkait, serta memberikan kesempatan kepada seluruh peserta FGD untuk memberikan masukan dan saran terhadap hasil kajian.
Acara diawali dengan pembukaan, kemudian sambutan oleh Dr. Rudhi Pribadi (Koordinator PEMSEA - Site Semarang). Kegiatan dilanjutkan dengan sambutan oleh Sapto Adi Sugihartono (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang), sekaligus membuka acara FGD secara resmi. Usai dibuka, acara dilanjutkan dengan paparan hasil kajian yang dimoderatori oleh Dr. Rudhi Pribadi.
Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu
Materi pertama disampaikan oleh Faisal dengan judul "Penyusunan Status Pengelolaan Pesisir dan Laut Kota Semarang 2019." Sebagai informasi, kajian ini sebelumnya sudah pernah dilakukan pada tahun 2015.
Penyusunan Status Wilayah Pesisir dan Laut ini merupakan bagian dari perangkat dari Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu/Integrated Coastal Management (ICM). Penyusunan kajian ini juga dapat digunakan sebagai:
1. Pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi dengan mendokumentasikan dan mengukur kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan lingkungan.
2. Alat operasional untuk pemerintah daerah dalam implementasi program ICM.
3. Mengukur kemajuan dan dampak dari implementasi ICM oleh pemerintah daerah.
"Kami sudah pernah melakukan kajian serupa pada tahun 2015, sehingga sekarang tren perubahannya dapat kita lihat, apakah menuju ke arah yang membaik atau sebaliknya," sebut Faisal. "Kajian ini memang pada dasarnya adalah melihat tren yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Ini untuk mengevaluasi kebijakan maupun program yang telah dilaksanakan," tuturnya lebih lanjut.
Kajian Kerentanan Pesisir Terpadu
Setelah paparan oleh Faisal selesai, acara dilanjutkan dengan paparan berikutnya oleh Ganis, dengan judul "Kajian Kerentanan Pesisir Terpadu Menggunakan Pendekatan Integrated Coastal Sensitivity, Exposure, Adaptive Capacity to Climate Change Vulnerability Assessment Tool (ICSEA-C-Change), studi kasus di Kawasan Pesisir Kota Semarang, Jawa Tengah.
Kajian ini merupakan metode untuk mengetahui nilai kerentanan kawasan pesisir yang fokus pada lima kriteria penilaian, yaitu ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang, perikanan dan sosial masyarakat pesisir.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ICSEA-C-Change yang dikembangkan oleh Coral Triangel Initiative, dalam bukunya, yaitu Vulnerability Assessment Tools for Coastal Ecosystems: A Guidebook. Sebagai informasi, metode ini didesain untuk memudahkan bagi siapa saja yang ingin melakukan penilaian kerentanan di kawasan pesisir.
Pentingnya Marine Protected Area (MPA)
Secara umum, hasil dari kajian ini menunjukan kerentanan kawasan pesisir di Kota Semarang masuk dalam kategori kerentanan yang sedang. Namun, terdapat catatan penting dalam penilaian kriteria kerentanan, yaitu tidak ditemukannya MPA yang mengakibatkan jaminan terhadap eksisting ekosistem di kawasan pesisir sangat terancam keberadaannya.
Usai paparan kedua selesai, dilanjutkan dengan diskusi. Moderator memberikan kesempatan kepada seluruh peserta untuk memberikan pertanyaan, saran dan masukan.
Diakhir sesi diskusi, moderator menyampaikan bahwa berdasarkan pada seluruh hasil kajian, maka perlu adanya jalur koordinasi multi sektoral antar lembaga yang komprehensif, untuk menghindari tumpang tindih program dan salah komunikasi penggunaan data serta informasi terkini, mengenai kondisi kawasan pesisir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar