Konsorsium ini terdiri dari berbagai institusi nasional dan internasional, seperti Wetlands International, One Architecture, Boskalis, Royal Haskoning, Wageningen University, Witteveen Bos, Deltares, dan Van Oord.
Kegiatan ini bertujuan dalam pengembangan pendekatan berbasis Building with Nature untuk pengelolaan kawasan pesisir sebagai salah satu alternatif utama dalam memperkuat ketahanan pesisir sekaligus menjaga keberlanjutan sosial-ekonomi masyarakat lokal. Dalam hal ini, kegiatan pada hari ini berfokus pada penggalian lebih dalam sistem lanskap pesisir Kabupaten Demak dengan pendekatan Building with Nature (Membangun dengan Alam) sekaligus mendorong partisipasi para pemangku kepentingan dalam mengembangkan solusi berbasis alam yang berkelanjutan.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai instansi pemerintahan di Kabupaten Demak dan Provinsi Jawa Tengah, serta Non-Governmental Organization (NGO).
Pada kegiatan lokakarya yang dimulai pada pukul 08.30 WIB ini, IKAMaT diwakili oleh Bagus R. D. Angga (Direktur Program). Melalui lokakarya ini, peserta diajak untuk memvalidasi dan memperluas pemahaman terhadap sistem lanskap Kabupaten Demak berdasarkan pengetahuan lokal dan kondisi lapangan. Kegiatan ini juga menjadi wadah untuk mempresentasikan pendekatan Building with Nature dengan studi kasus dari Kabupaten Demak serta berbagai penerapan serupa di tingkat global.
“Kegiatan ini merupakan lokakarya dengan pembahasan terkait konsultasi dari penyusunan landscape proposition di Kabupaten Demak yang dilakukan juga dengan pendekatan Building with Nature-nya. Pada kegiatan ini juga ditampung beberapa pendapat dari kalangan nelayan dan petani Kabupaten Demak terhadap kebutuhan, tantangan, harapan, dan kendala di wilayahnya,” ujar Bagus. “Pendekatan ini juga didasarkan pada penerapan serupa yang sudah berhasil di tingkat global dan nasional,” katanya lebih lanjut.
Di samping itu, forum ini dimanfaatkan untuk berbagi informasi dan memperkaya pemahaman tentang sistem sosial, ekonomi, dan lingkungan di kawasan pesisir, serta mendengarkan langsung perspektif masyarakat lokal mengenai kebutuhan, tantangan, dan peluang yang mereka hadapi. Lokakarya juga menjadi sarana untuk memperkenalkan konsep strategi restrukturisasi wilayah pesisir melalui kolaborasi berbagai pihak, dalam rangka memperkuat perlindungan pesisir, ketahanan masyarakat, dan ketahanan pangan.
Kegiatan ini menghasilkan berbagai luaran penting, antara lain pemutakhiran pemahaman sistem lanskap pesisir Kabupaten Demak, identifikasi kebutuhan dan tantangan di tingkat lokal, serta eksplorasi konsep Building with Nature sebagai pendekatan strategis dalam pengelolaan kawasan pesisir yang berkelanjutan. Para peserta yang terlibat berasal dari beragam latar belakang, mulai dari perwakilan pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta, akademisi, komunitas lokal, hingga pakar internasional di bidang perencanaan dan lingkungan.
Lokakarya dibuka dengan sambutan oleh Apri Susanto (Wetlands International Indonesia). Setelah itu, Reinier Nauta (Wageningen University) dan Masbahatun Niamah (Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Kabupaten Demak) memaparkan materi umum mengenai kondisi pesisir dan ekosistem mangrove di wilayah tersebut.
Pada sesi akhir, peserta dibagi ke dalam tiga kelompok diskusi (breakout room) yang masing-masing membahas isu strategis berbeda, yaitu penurunan tanah, ketahanan komunitas (community resilience), dan ketahanan pangan. IKAMaT tergabung dalam kelompok community resilience.
Bagus R. D. A. menyampaikan pandangannya terkait kondisi sosial dan lingkungan di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Bagus menjelaskan bahwa kawasan tersebut, terutama yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang, mengalami perubahan lingkungan yang cukup signifikan. Perubahan ini dipicu oleh penurunan muka tanah, pergeseran pola hidrologi, kenaikan muka air laut, dan aktivitas reklamasi. Faktor-faktor tersebut menjadi penyebab utama masuknya air laut ke wilayah permukiman.
“Apabila faktor-faktor penyebab perubahan lingkungan tidak segera ditangani, kondisi lingkungan berpotensi semakin memburuk dari tahun ke tahun. Selain itu, salah satu solusi yang ditawarkan, yaitu relokasi warga yang terdampak, bukanlah hal yang mudah untuk diterapkan,” jelas Bagus. “Relokasi tersebut kerap menimbulkan berbagai penolakan dari warga karena beberapa alasan, seperti nilai historis tanah kelahiran, status kepemilikan lahan, dan keterikatan mereka dengan sumber mata pencaharian,” jelasnya lebih lanjut.
Diskusi kelompok yang berakhir pada pukul 12.30 WIB ini menjadi sesi terakhir dalam rangkaian kegiatan lokakarya yang kemudian ditutup dengan foto bersama dan penutupan secara resmi oleh panitia penyelenggara. (ADM/BRDA/ARH/AP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar