Lokakarya yang berlangsung selama dua hari memiliki sejumlah tujuan penting, antara lain untuk memverifikasi isu-isu utama, hambatan, peluang, dan mengidentifikasi stakeholder kunci yang terlibat dalam upaya konservasi dan restorasi mangrove di Indonesia. Selain itu, kegiatan juga bertujuan untuk mengumpulkan masukan dan umpan balik dari pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah terkait potensi lanskap prioritas, mekanisme pendanaan, kebijakan dan komunikasi, pengelolaan pengetahuan, penguatan kapasitas, dan implementasi konservasi dan restorasi mangrove di tingkat lanskap.
Secara global, lokakarya turut mendukung pencapaian tujuan dari Mangrove Breakthrough, sebuah inisiatif untuk melestarikan dan memulihkan 15 juta ha hutan mangrove di seluruh dunia pada tahun 2030. Inisiatif ini bertujuan untuk mengurangi hilangnya mangrove, memulihkan setengah dari kerusakan yang telah terjadi, memperbanyak perlindungan mangrove secara global, dan memastikan pendanaan jangka panjang yang berkelanjutan untuk pengelolaan mangrove.
Mangrove Breakthrough sendiri merupakan koalisi global yang mendorong percepatan aksi kolektif untuk melindungi masa depan ekosistem mangrove, yang merupakan bagian dari GMA.
Pada hari pertama, kegiatan dimulai dengan pengantar oleh Apri Susanto (GMA Chapter Indonesia) mengenai GMA, Mangrove Breakthrough, dan National Proposition Document. Selanjutnya, Salira Vidyan (Wetlands International Indonesia) memberikan penjelasan mengenai Penentuan Awal pada Lanskap Prioritas.
Penjabaran ini mencakup area-area potensial untuk kegiatan restorasi, proteksi, dan pengurangan degradasi mangrove di Indonesia.
Lanskap prioritas yang ditentukan akan difokuskan di Pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua, dengan Pulau Jawa sebagai lokasi pembelajaran untuk restorasi mangrove di Indonesia.

Sesi diskusi pada hari pertama terbagi dalam beberapa kelompok untuk membahas dan memberikan masukan mengenai lokasi awal lanskap prioritas. IKAMaT diwakili oleh Bagus R. D. Angga (Direktur Program) yang menyampaikan pandangannya mengenai penggunaan kelas prioritas provinsi restorasi mangrove dari BRGM sebagai kriteria utama.
Bagus menekankan bahwa pengklasifikasian tersebut sebaiknya tidak digunakan secara eksklusif karena BRGM memiliki batasan dalam skala kerjanya. Ia juga menegaskan bahwa penanganan kerusakan mangrove di Indonesia memerlukan skala yang lebih besar. Bagus mengusulkan agar kelas prioritas provinsi dari BRGM dapat digunakan sebagai referensi tambahan dalam mendukung capaian target restorasi mangrove pemerintah, tetapi tidak menjadi kriteria utama.
Pada hari kedua, kegiatan berlanjut dengan diskusi mengenai paket-paket kerja dalam pengembangan proyek Country Proposition Indonesia untuk fase 10 tahun. Beberapa paket kerja yang dibahas, antara lain dialog dan komunikasi kebijakan, pengembangan pengetahuan dan penguatan kapasitas, dan implementasi restorasi mangrove di lanskap utama. Diskusi dilakukan secara kolaboratif untuk merumuskan langkah-langkah yang perlu diambil pada setiap tahunnya, dengan mempertimbangkan urutan capaian yang diinginkan.
“IKAMaT sangat mendukung proyek Country Proposition Indonesia,” kata Bagus. “Dengan kegiatan proyek Country Proposition Indonesia, selain sebagai lengkah-lengkah penanganan kerusakan mangrove dalam skala nasional juga menjadi jembatan bergabungnya agenda-agenda dari komunitas-komunitas di Indonesia dalam agenda rehabilitasi mangrove global,” lanjutnya.
Dengan adanya lokakarya ini, diharapkan dapat tercipta kolaborasi yang kuat antar berbagai pihak untuk mendukung upaya konservasi dan restorasi mangrove yang lebih efektif di Indonesia sehingga dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan global dalam pelestarian ekosistem mangrove. (ADM/AP/ARH).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar