Sebagai informasi, mikroplastik adalah potongan plastik yang sangat kecil yang dapat mencemari lingkungan. Meskipun terdapat berbagai pendapat mengenai ukurannya, mikroplastik didefinisikan memiliki diameter yang kurang dari 5 mm.
“Pada program penanaman mangrove, masyarakat memang masih menggunakan polibek plastik untuk pembibitan," terang Bagus R. D. Angga (Direktur Program). "Saat ditanam, polibek tersebut diambil, lalu dikumpulkan dan dibuang ke tempat sampah. Tapi memang, di beberapa lokasi, ada yang melakukan penanaman, langsung dengan polibeknya,” lanjutnya.
Arka mengatakan bahwa dia berminat mengganti polibek plastik dengan bioplastik yang lebih ramah lingkungan. Dia juga berharap dapat mengembangkan bioplastik dari kulit pisang agar dapat digunakan dalam kegiatan rehabilitasi mangrove.
“Polibek plastik yang digunakan dalam program rehabilitasi mangrove memang dapat menghasilkan sampah plastik di laut,” kata Paspha G. M. Putra (Manajer Humas dan Lapangan). “Akan tetapi, polibek plastik ini masih menjadi satu-satunya alternatif alat yang digunakan karena murah, mudah dan tahan lama,” imbuhnya.
Paspha menambahkan bahwa pernah dilakukan uji coba menggunakan sabut kelapa sebagai pengganti polibek plastik, namun tidak efektif karena lebih mahal, tidak praktis dan juga tidak tahan lama.
“Kami senang dapat bertemu dengan IKAMaT dan KeSEMaT yang memiliki banyak pengetahuan dan pengalaman di lapangan terkait mikroplastik di mangrove,” kata Alka. “Hasil diskusi ini, akan kami rundingkan dengan tim sebagai bahan acuan riset mikroplastik di mangrove kami selanjutnya,” tambahnya.
Keseluruhan kegiatan yang dimulai pada pukul 13.00 - 15.00 WIB ini berjalan dengan baik dan lancar yang diakhiri dengan foto bersama.(ADM/ADBS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar