13.5.24

IKAMaT Sukses Gelar Pelatihan Batik Mangrove untuk Kelompok Mangrove Patikang Berseri di Lembur Mangrove Patikang, Pandeglang

Pandeglang - IKAMaT. IKAMaT dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (Chandra Asri) sukses menggelar Pelatihan Batik Mangrove pada Program Peningkatan Kapasitas Kelompok Mangrove Patikang Berseri (KMPB) dalam Program Pembentukan Warga Binaan, Pendampingan, dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Upaya Aktivitas Pemanfaatan Hasil Bukan Kayu di Lembur Mangrove Patikang, Desa Citeureup, Pandeglang, Banten. (28-29/2/2024).
Kegiatan dimulai dengan pembukaan, sambutan-sambutan, penyampaian materi pembuatan batik mangrove, pelatihan pembuatan batik mangrove, pengenalan suvenir dari batik mangrove, penyerahan kenang-kenangan, dan penutupan.

Kegiatan dihadiri oleh IKAMaT, Kepala Desa Citeureup, Ketua Pokdarwis Desa Citeureup, Ketua BUMDes Citeureup, Ketua RT Kampung Lebak Buah, dan warga binaan IKAMaT dan Chandra Asri, yaitu KMPB.

IKAMaT mendatangkan trainer Mufidah (Ketua Kelompok Srikandi Pantura) yang memproduksi batik mangrove berlabel Mbak Jamat dari Semarang Mangrove Center (SMC) Jawa Tengah (Jateng). Dia memberikan pelatihan membatik, mulai dari pencarian bahan baku pewarna, produksi, pemasaran, dan pengenalan produk turunan berupa suvenir dari batik mangrove.

Pelatihan Batik Hari I
Kegiatan hari pertama dimulai dengan pembukaan oleh MC pada pukul 08.10 WIB yang diselenggarakan di Saung Lembur Mangrove, Desa Citeureup. Paspha G. M. Putra (Manajer Humas dan Lapangan) berharap semoga kegiatan pelatihan batik mangrove diberikan kelancaran dan ibu-ibu semua dapat mengikutinya dengan seksama.

“Hari ini, kami membawakan trainer batik mangrove dari Semarang, yaitu Ibu Mufidah. Beliau sudah ahli dalam bidangnya dan memiliki latar belakang yang sama dengan Ibu-ibu sekalian, yaitu sebagai istri nelayan,” ujar Paspha. “Saya berharap, semoga ilmu yang diberikan oleh Ibu Mufidah dapat diserap dengan baik,” lanjutnya.

Yanto (Ketua RT Lebak Buah) menyampaikan terima kasih kepada ibu-ibu KMPB yang telah berkontribusi dalam program pemberdayaan masyarakat, sembari berharap agar ilmu yang disampaikan dapat bermanfaat dan dipraktikkan dengan baik.

“Saya ucapkan semangat kepada Ibu-ibu yang hari ini akan melakukan kegiatan membatik, semoga lancar dan hasilnya baik,” kata Yanto. “Semoga ilmu yang diberikan juga dapat berguna untuk kita semua sehingga dapat memajukan Desa Citeureup,” tambahnya.

Umi Kulsum (Ketua KMPB) mengajak anggotanya agar dapat mengikuti pelatihan dengan baik. Dia mengucapkan terima kasih kepada Mufidah yang telah datang jauh-jauh dari Semarang untuk melatih mereka membuat batik mangrove. Menurutnya, ilmu yang diberikan mahal dan jarang didapat. Untuk itu, dia berharap agar anggotanya tidak melewatkan kesempatan baik ini.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada semua yang turut berkontribusi pada kegiatan pelatihan hari ini,” kata Umi. “Semoga pelatihan pada hari ini berjalan lancar dan teman-teman semua dapat mengikutinya dengan baik,” tambahnya.

Penyampaian Materi Pembuatan Batik Mangrove
Mufidah menjelaskan bahwa pembuatan batik mangrove menggunakan bahan baku alami dari limbah propagul dari jenis Rhizophora atau bakau yang sudah membusuk dan jatuh ke tanah. Propagul yang digunakan harus berwarna hitam, tidak terlalu kering, dan memiliki bau yang khas. Pemilihan bahan baku tersebut bertujuan untuk menghasilkan warna cokelat pekat.

Propagul yang terkumpul kemudian direbus dengan perbandingan 2:1 selama kurang lebih lima jam. Perbandingan tersebut berarti air yang digunakan untuk merebus dua kali lipat lebih banyak dari jumlah propagul. Perebusan dilakukan hingga mengeluarkan warna cokelat-pekat dan jika dialirkan tidak menerawang.

“Dibutuhkan ketelatenan khusus dalam membatik karena memerlukan waktu kurang lebih satu minggu agar dapat menyelesaikan tahapannya,” ujar Mufidah. “Tahapan membatik, yaitu membuat pewarna dari propagul, membuat pola pada kain, mencanting, mencelup ke dalam pewarna, menjemur, fiksasi pertama, menembok, fiksasi kedua, melorot, dan menjemur batik mangrove yang sudah jadi,” ujarnya lebih lanjut.

Setelah penyampaian materi, anggota KMPB mencari limbah propagul mangrove di sekitarnya sehingga mendapatkannya dalam jumlah yang banyak. Limbah propagul yang didapat kemudian dicuci bersih dan dipotong-potong agar pada saat perebusan dapat mengeluarkan warna cokelat-pekat. 

Kegiatan diteruskan dengan pembuatan motif metode canting yang dilakukan menggunakan canting berbagai ukuran. Canting dicelupkan ke dalam malam-panas untuk membuat motif pada kain mori. Kain yang sudah bermotif tersebut kemudian dicelupkan ke dalam pewarna alami mangrove sebanyak 5-8 kali pencelupan, dengan penjemuran 1 kali pada setiap pencelupannya.

Kain yang telah selesai melalui tahap pewarnaan akan melalui proses fiksasi warna (penguncian warna). Fiksasi warna dilakukan sebanyak satu kali dengan bahan yang berbeda. Fiksasi dapat menggunakan air kapur atau air tunjung. Fiksasi menggunakan air kapur menghasilkan warna terang, sedangkan fiksasi air tunjung menghasilkan warna gelap.

“Dalam tahap fiksasi, kita dapat memilih penguncian warna menggunakan air kapur atau air tunjung,” jelas Mufidah. “Fiksasi menggunakan air kapur, tujuannya untuk mengeluarkan warna yang terang. Sementara itu, fiksasi menggunakan air tunjung, tujuannya untuk mengeluarkan warna yang lebih gelap sehingga kain tidak mudah luntur,” jelasnya lebih lanjut.

Pelatihan hari pertama diakhiri dengan tahap fiksasi. Pada hari kedua, kegiatan akan dilanjutkan dengan tahap penembokan sampai dengan pengenalan produk turunan berupa suvenir batik mangrove.

Pelatihan Batik Hari II
Kegiatan hari kedua dimulai dengan pembukaan oleh MC pada pukul 08.30 WIB yang diawali dengan tahapan penembokan. Menembok merupakan kegiatan menutup warna yang telah difiksasi agar tidak berubah ketika dilakukan pewarnaan kembali. Penembokan dilakukan di sela-sela motif yang telah difiksasi. 

Penembokan dapat dilakukan lebih dari satu kali untuk menghasilkan warna yang lebih variatif. Kain yang telah selesai melalui tahap penembokan akan melalui proses pewarnaan alami mangrove kembali. Proses ini dilakukan sebanyak 3-8 kali pencelupan, dengan penjemuran 1 kali pada setiap pencelupannya.

Setelah melalui tahap pewarnaan, tahap berikutnya adalah fiksasi kedua yang dilakukan dengan cara mengulangi prosesnya seperti pada saat tahap fiksasi pertama. 

Tahap terakhir adalah pelorotan (penghilangan) malam yang menempel pada kain dengan cara merebus kain pada air mendidih yang telah ditambahkan dua sendok makan TRO (deterjen khusus batik). Setelah malam terkelupas, kemudian kain dijemur hingga kering. Setelah kering, batik mangrove sudah siap dikemas untuk dijual.

Pembuatan suvenir dari batik mangrove dapat menambah nilai jualnya. Mufidah juga menjelaskan mengenai hal ini, berikut beberapa jenis suvenir yang dapat dihasilkan, di antaranya totebag, slayer, sapu tangan, taplak meja, dompet, baju, dan outer.

“Perlu keahlian khusus untuk membuat produk turunan berupa suvenir dari batik mangrove ini, yaitu keahlian menjahit,” kata Mufidah. “Suvenir dapat dibuat dengan cara dijahit sesuai dengan pola yang diinginkan,” tambahnya.

Penutupan
Setelah semua tahap membatik selesai, kegiatan selanjutnya, yaitu pemberian kenang-kenangan berupa pigura batik mangrove. Penyerahan kenang-kenangan yang pertama diberikan oleh Mufidah kepada Umi. Penyerahan kenang-kenangan kedua diberikan oleh Paspha kepada Deden Sudiana (Ketua Pokdarwis Citeureup).

“Saya sangat senang karena dua hari ini telah latihan membuat batik mangrove, dan ternyata hasil buatan tangan saya cukup baik untuk percobaan yang pertama kali,” kata Rilla (Anggota KMPB). “Saya juga senang dengan motif dan warna yang dihasilkan ketika semua tahapannya telah selesai dilakukan. Saya mengikuti semua proses pembuatan batik mangrove dengan penuh semangat,” lanjutnya.

Keseluruhan acara berjalan dengan baik dan lancar yang diakhiri pada pukul 13.00 WIB dengan sesi foto, istirahat, dan makan siang bersama. (RS/AP/ADM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar