25.5.23

IKAMaT Dampingi Kursus Batik, Jajanan dan Kopi Mangrove Mahasiswa Griffith University Australia di Semarang Mangrove Center

Semarang - IKAMaT. IKAMaT mendampingi kursus batik, jajanan, dan kopi mangrove yang diikuti oleh mahasiswa dari Griffith University, Australia di Semarang Mangrove Center (SMC) Jawa Tengah (Jateng). Mahasiswa tersebut bernama Ioana Corina Giurgiu yang mengikuti kursus olahan mangrove bukan kayu untuk kelengkapan data disertasi PhD-nya. Kegiatan berlangsung selama satu minggu dengan trainer yang berasal dari warga binaan KeSEMaT, yaitu Srikandi Pantura, Bina Citra Karya Wanita dan Arjuna Berdikari.

Kursus Batik Mangrove
Kursus ini dilakukan di kediaman Mufidah, selaku koordinator kelompok batik mangrove Srikandi Pantura. Dia memberikan kursus membatik, mulai dari pencarian bahan baku pewarnaan hingga pengemasan menjadi batik mangrove siap jual.

“Membuat batik mangrove membutuhkan waktu yang lama, jadi tergantung pada kondisi cuacanya. Hal ini karena dalam membuat batik mangrove perlu melakukan penjemuran berulang-kali pada tiap prosesnya,” ungkap Mufidah. “Semakin cerah cuacanya, maka proses penjemuran juga bisa semakin cepat,” ungkapnya lebih lanjut.

Mufidah menjelaskan bahwa pembuatan batik mangrove menggunakan bahan baku dari limbah propagul mangrove jenis Rhizophora atau Bakau yang sudah membusuk dan jatuh ke tanah. Propagul yang digunakan harus berwarna hitam dengan bau yang khas. Bahan bakunya yang alami ini, membuat batik mangrove aman bagi lingkungan. Propagul yang terkumpul kemudian direbus hingga mengeluarkan warna cokelat.

Sembari menunggu perebusan propagul, Ioana mencoba melakukan pembuatan motif dengan metode cap dan canting. Metode cap dilakukan dengan menggunakan stempel bermotif yang telah dicelupkan ke dalam malam yang panas, kemudian ditempelkan ke kain mori. Sementara itu, metode canting dilakukan dengan mencelupkan canting pada lilin atau malam, kemudian dilanjutkan dengan membuat pola pada kain mori.

Motif yang sudah jadi dapat langsung dimasukkan ke dalam pewarna batik. Pewarnaan kain mori ini dilakukan dengan cara mencelupkan kain pada pewarna-alami mangrove sebanyak 8-12 kali dengan penjemuran 1 kali di setiap pencelupannya.

Kain yang telah selesai melalui tahap pewarnaan, akan melalui proses fiksasi warna atau penguncian warna. Fiksasi warna dilakukan sebanyak dua kali dengan bahan yang berbeda. Fiksasi pertama menggunakan air kapur dan fiksasi kedua menggunakan air tunjung.

“Fiksasi pertama menggunakan air kapur. Ini bertujuan untuk mengunci warna sehingga tidak mudah luntur,” jelas Mufidah. “Fiksasi kedua menggunakan air tunjung. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan warna yang lebih gelap sehingga warna batik mangrove bisa menjadi cokelat gelap atau hitam,” tambahnya.

Langkah terakhir adalah pelorotan atau proses menghilangkan lilin yang menempel pada kain dengan cara mencelupkannya pada air mendidih, kemudian dijemur. Setelah itu, batik mangrove sudah siap dikemas untuk dijual.

“Saya sangat senang dan bangga dengan batik mangrove hasil buatan tangan saya. Saya suka motifnya, warnanya dan menikmati proses pembuatannya. Saya tidak sabar untuk menunjukan kepada teman-teman dan keluarga saya di Australia,” kata Ioana, pada saat ditanya pendapatnya mengenai kursus batik mangrove yang telah selesai diikutinya. “Saya juga sudah membeli beberapa batik mangrove Mas Bamat dengan warna dan motif yang berbeda, untuk saya bawa pulang ke Australia,” katanya lebih lanjut.

Kursus Jajanan Mangrove
Kursus jajanan mangrove masih dilakukan di kediaman Mufidah, selaku koordinator kelompok Bina Citra Karya Wanita yang memproduksi jajanan mangrove berlabel Mbak Jamat. Dia memberikan kursus pembuatan Cendol Mangrove dan Kue Lumpur Mangrove, yang dimulai dari pengambilan bahan baku sampai dengan pembuatannya menjadi cendol dan kue lumpur yang siap santap. 

Jajanan mangrove menggunakan buah Bruguiera gymnorrhiza atau Lindur. Buah direbus selama 15 menit dengan dua kali pengulangan. Perebusan pertama hanya menggunakan air dan perebusan kedua menggunakan air yang telah dicampur dengan abu gosok atau arang, dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan taninnya.

“Perebusan dilakukan agar buahnya empuk dan menghilangkan zat racun yang terkandung di dalam buah Bruguiera, yaitu tanin. Abu gosok atau arang ini digunakan untuk menyerap tanin yang masih terkandung di dalam buah,” jelas Mufidah. “Buah yang telah direbus kemudian dikupas kulitnya dan direndam di air bersih selama 2-3 hari,” lanjutnya.

Pembuatan Cendol Mangrove dan Kue Lumpur Mangrove, sama seperti pembuatan cendol dan kue lumpur pada umumnya. Hanya saja, buah Lindur digunakan untuk tambahan tepung-utama dalam pembuatan adonannya.

Sebagai informasi, buah Lindur memang sudah sejak-dulu banyak digunakan oleh warga pesisir menjadi bahan makanan pengganti nasi, karena kandungan karbohidratnya yang sangat tinggi.

Kursus Kopi Mangrove
Kursus ini dilakukan di kediaman Ferry Agung Istiasmara, selaku koordinator kelompok pengolah kopi mangrove Arjuna Berdikari. Ferry memberikan kursus pembuatan kopi mangrove, mulai dari tahap pemotongan bonggol buah Rhizophora sampai dengan pengemasan yang siap untuk dijual.

Bonggol yang sudah dipetik, dipotong dadu. Selanjutnya, bonggol direndam dengan air yang telah dicampur dengan abu gosok selama 2-3 hari. Setelah direndam, potongan bonggol dijemur di bawah sinar matahari hingga mengering.

“Perendaman dengan abu gosok berfungsi untuk menghilangkan zat tanin yang terdapat pada buah. Perendaman dilakukan dengan cara mengganti air rendaman setiap 6 jam sekali,” ujar Ferry. “Setelah direndam, bonggol dijemur di bawah sinar matahari selama 2 atau 3 hari. Semakin cerah cuacanya, maka akan semakin cepat juga proses pengeringannya,” ujarnya lebih lanjut.

Bonggol yang sudah kering kemudian disangrai hingga bewarna gelap. Fungsi dari penyangraian ini adalah untuk mengeluarkan aromanya. Proses selanjutnya adalah penggilingan hingga halus dan dicampur dengan bubuk kopi Robusta.

Ioana mendapatkan kesempatan untuk membandingkan rasa seduhan bubuk mangrove dengan campuran bubuk mangrove dan bubuk kopi. 
 “Ini merupakan kesempatan yang langka bagi saya, karena dapat belajar langsung membuat kopi mangrove dan merasakannya secara langsung. Seduhan bubuk mangrove tanpa campuran bubuk kopi sudah sangat nikmat bagi saya,” kata Ioana.

Ferry menambahkan bahwa kopi mangrove akan terasa lebih nikmat apabila diminum tanpa gula karena sudah memiliki cita rasanya tersendiri. Kopi berlabel Kopi Mangrove Arjuna ini, juga bisa dinikmati dengan tambahan rempah-rempah pendukung, seperti jahe dan bahan lainnya.

Wisata Keliling Semarang
Selain melakukan kursus, IKAMaT juga mendampingi Ioana berkeliling kota Semarang, menikmati tempat wisata dan kuliner terkenal nan legendaris. Ioana berkunjung ke Lawang Sewu untuk belajar sejarah tentang Pangeran Diponegoro di Museum Perjuangan Mandala Bhakti. Ioana juga makan malam dengan view lampu kota Semarang bersama dengan IKAMaT, KeSEMaT dan Dr. Rudhi Pribadi di kawasan Gombel, Semarang.

“Saya sangat menikmati perjalanan saya kali ini. Ini pertama kalinya saya ke Indonesia, khususnya di Semarang. Untuk cuaca, tidak berbeda jauh dengan Australia, tapi saya terkejut dengan lalu lintas yang sangat padat dan kendaraan roda dua yang sangat banyak," kisah Ioana. "Saya sangat suka makanan Indonesia, dan pasti saya akan datang kembali ke Indonesia dan Semarang. Terima kasih kepada IKAMaT yang telah mendampingi saya di kursus produk olahan mangrove. Ini adalah pengalaman yang sangat menarik bagi saya,” pungkasnya. (ADM/BJL).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar