7.10.19

IKAMaT dan YKAN Lakukan Pemantauan Ekosistem Mangrove di SM Muara Angke

Jakarta - IKAMaT. Pada tanggal 30 Juli - 1 Agustus 2019, IKAMaT telah melakukan Pemantauan Ekosistem Mangrove di Suaka Margasatwa Muara Angke (SMMA) yang berada di wilayah pesisir Jakarta Utara. Kegiatan ini merupakan kerja sama antara IKAMaT dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) dalam program Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA).

Pemantauan yang dilakukan tidak hanya fokus pada mangrove saja, tetapi juga meliputi pemantauan burung, mamalia, reptil, gastropoda dan larva ikan.

Hutan Mangrove di SMMA merupakan bagian dari kawasan hutan mangrove dengan luas 25,02 ha berdasarkan SK Menhutbun No. 755/Kpts-II/1998. Meski kawasan SMMA merupakan suaka margasatwa terkecil di Indonesia, namun peranannya cukup penting.

BirdLife International, memasukkan kawasan Muara Angke sebagai salah satu daerah penting bagi burung (IBA - Important Bird Areas) di Pulau Jawa karena merupakan habitat Bubut Jawa (Centropus nigrorufus) dan menjadi tempat mencari makan bagi Bangau Bluwok (Mycteria cinerea).

Kedua spesies tersebut masuk dalam status dilindungi berdasarkan peraturan PMLHKRI No. P.20 2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.

Secara umum, survei di lapangan yang dilakukan sejak pagi hinggai sore hari, berjalan dengan lancar. Kondisi umum lokasi survei memiliki karakteristik didominasi oleh jenis Nypa fruticans

Beberapa titik di dalam kawasan, kondisinya selalu tergenang oleh air, bahkan terdapat genangan air yang cukup dalam, sehingga mangrove harus mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut.

Sebagai informasi, penilaian kondisi ekosistem mangrove mengacu pada Pedoman Pemantauan Kesehatan Ekosistem Mangrove Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Pada pemantauan tahun ini, Tim Mangrove melakukan pemasangan plot permanen untuk pemantauan kondisi ekosistem mangrove. 

Pemasangan plot permanen dilakukan guna mempermudah pengamatan dalam menentukan batas area pengambilan data serta sebagai tanda untuk pengamatan ditahun berikutnya.

Kawasan SMMA memiliki kecenderungan yang mengindikasikan bahwa kualitas ekologi kawasan ini semakin menurun. Selain pencemaran bahan organik dan sampah, degradasi mangrove SMMA juga disebabkan masukan air tawar yang lebih dominan daripada air laut.

Meskipun kondisinya seperti ini, nilai fungsi ekologinya masih perlu dikembalikan ke kondisi sebelumnya sehingga pengelolaan kawasan SMMA secara ekologi dapat lebih optimal.

Hasil dari Pemantauan Ekosistem Mangrove ini adalah nantinya akan digunakan sebagai dasar, guna menyusun dokumen Rencana Pemulihan Ekosistem (RPE) di SMMA. Pemulihan ini diupayakan untuk mengembalikan kondisi lingkungan mangrove menjadi lebih optimal. (ADM/GRE/ASB/AP).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar